SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI KOTA SEMARANG

 SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI KOTA SEMARANG

Oleh : Aurellia Kharisma Harsyaputri

Universitas Islam Negeri Salatiga

aurelliakharisma03@gmail.com

 

ABSTRAK

Kedatangan Islam di berbagai daerah di Indonesia tidak terjadi dalam waktu yang bersamaan, sehingga sangat sulit untuk menentukan waktu yang tepat pertama kali. Kedatangan Islam di Indonesia erat kaitannya dengan situasi kerajaan Hindu-Budha di Nusantara. Sebelum dikuasai oleh Kerajaan Demak, Semarang merupakan bagian dari wilayah (Hindu) Kerajaan Mataram dari tahun 1800 hingga 2000 Masehi. Nama Ki Ageng Pandhan Arang sudah dikenal masyarakat Semarang sebagai tokoh penyebar agama Islam di Semarang, namun siapa Ki Ageng Pandhan Arang masih menjadi perdebatan karena berbagai spekulasi mengenainya. Semarang diislamkan oleh Ki Ageng Pandhan Arang I. Saat itu, sebagai desa nelayan kecil, itu masih  daerah yang sangat sederhana  yang  penduduknya sebagian besar hidup dari bertani dan memancing. Penelitian ini menggunakan metode sejarah berdasarkan empat langkah, yaitu: 1) heuristik (mengumpulkan informasi) dari bahan cetak, tertulis dan lisan yang relevan dan semua saksi  mata. 2) Kontrol (kritik) ditujukan untuk memperoleh sumber yang otentik dan terpercaya. 3) Interpretasi, hal ini dilakukan dengan menggunakan metode analitik. 4) Historiografi dengan  pendekatan sosiologis.

Kata Kunci : Ki Ageng Pandanaran , Semarang

 

PENDAHULUAN

Penduduk kepulauan Indonesia telah dikenal sebagai pelaut handal, mampu mengarungi laut lepas sejak zaman prasejarah. Pada abad-abad sebelumnya, terdapat jalur transportasi dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dan daratan Asia Tenggara. Kepulauan Nusantara bagian barat dan daerah sekitar Malaka telah lama menjadi tujuan wisata yang menarik terutama karena produk-produk yang dijual di sana menarik para pedagang dan menjadi jalur penting antara Cina dan India.

Islam tidak menyerbu wilayah Indonesia pada waktu yang bersamaan. antara abad ke-7 dan ke-10 M, Kerajaan Sriwijaya memperluas kekuasaannya atas Malaka dan Kedah. Pada abad ke-11, Islam menaklukkan Jawa. Sejak tiba di Jawa, Islam bersentuhan dengan nilai-nilai Hindu-Budha yang mengakar kuat di masyarakat. Hindu Buddha memasukkan animisme dan dinamisme sebagai nilai-nilai yang ada. Kami membahas bagaimana Islam masuk ke kota Semarang.

 

 

PEMBAHASAN

A.   Profil Kota Semarang dan Sejarah Masuknya Islam di Kota Semarang

Pada zaman dahulu, hiduplah seorang pangeran bernama Raden Made Pandan dari kerajaan Demak. Raden Made Pandan juga dikenal sebagai ilmuwan yang disegani di berbagai kalangan masyarakat. Raden Made Pandan memiliki seorang putra bernama Raden Pandanarang. Raden Pandanarang adalah anak yang baik, ramah, sopan dan hormat kepada orang tuanya.

Pada suatu ketika, Raden Made Pandan mengundang Raden Pandanarang dan beberapa pengawal kerajaan  untuk pergi ke barat wilayah Kerajaan Demak, di mana tanah di wilayah itu dikatakan sangat subur. Mereka ingin menyebarkan Islam. Hingga suatu hari mereka sampai di suatu daerah yang subur. Mereka kemudian membuka hutan dan membangun rumah di daerah tersebut.

Raden Made Pandan berharap suatu saat anaknya dapat menggantikannya sebagai guru muslim di daerah tersebut. Raden Made membuat wasiat kepada anaknya Raden Pandanarang. “Anakku, ketika ayahku meninggal, lanjutkan perjuangan kami untuk menyebarkan Islam di daerah ini. Pimpin orang-orang untuk mengolah pedesaan. Tetaplah di daerah ini. Dan selalu jaga ajaran para wali. Insya Allah hidupmu akan. semoga. selamat di sini dan di akhirat."

Raden Pandanarang selalu mengingat pesan orang tuanya. Sepeninggal Raden Made Pandan, Raden Pandanarang terus mengajarkan Islam dan mengelola tempat itu semaksimal mungkin. Setiap hari daerah itu menjadi lebih subur dan hampir semua tanaman bisa tumbuh di sana. Banyak orang lain datang ke daerah itu dan menetap di sana. Jumlah murid dan pengikut Raden Pandanarang juga bertambah.

Suatu ketika Raden Pandanarang melihat sesuatu yang aneh. Di daerah yang subur, di antara pepohonan hijau, beberapa pohon asam tumbuh berjauhan.

"Mengapa pohon asam tumbuh jauh, padahal tanah di sini subur, ya?" tanya Raden Pandanarang.

"Ya Raden...!" beberapa pengikut menjawab.

“Ini memang kejadian yang tidak biasa. Maka saya menyebut daerah ini Semarang. Berasal dari kata asem yang jarang muncul (asem Kang arang-arang)

Sebagai pendiri dan pembuka pertama wilayah Semarang, Raden Pandanarang langsung diangkat sebagai pemimpin dan diberi gelar Ki Ageng Pandanarang 1. Oleh karena itu. Dari penampakan kota Semarang yang kini menjadi ibu kota provinsi Jawa Tengah.

Tanpa berdirinya kerajaan Islam Demak, penyebaran Islam di Jawa berlangsung tanpa dukungan kekuatan politik. Penyebaran Islam sebagian besar melalui kegiatan bisnis para pedagang dan penjaga muslim yang melakukan kegiatan dakwah. Kerajaan Islam Demak, didirikan pada tahun 1481. Kerajaan Islam Demak menjadi pusat ekspansi Islam. Berdirinya Negara Islam Demak, di satu sisi didukung oleh kekuatan politik Sultan Fatah, "ras" Majapahit yang dominan dan di sisi lain oleh legitimasi agama para pengawalnya, membuat negara Islam efektif. dasar penyebaran Islam. Namun, dukungan politik pemerintah daerah di wilayah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang secara luas mengakui kedaulatan Demak, memudahkan  penyebaran agama Islam ke daerah lain, termasuk kota Semarang.

Tidak jauh dari sana, Semarang berada hanya sekitar 25kilometer dari Demak, memudahkan terpeliharanya kekuasaan politik dan agama di Kesultanan Demak. Menurut sebuah naskah yang ditemukan oleh orang-orang Portman di Klenteng Sam Po Kong pada tahun 1928, Sultan Fatah tinggal di daerah Semarang. Pendaratan armada Cina yang dipimpin Laksamana Zheng He di daerah tersebut pada tahun 1413 dan kunjungan tersebut (pembangunan masjid di daerah Simongan) menjadi bukti ditemukannya komunitas Muslim di daerah Semarang sebelum terbentuknya Kesultanan Demak. Tentu saja sulit untuk menentukan apakah komunitas Muslim di wilayah Semarang saat itu adalah penduduk asli atau pendatang dari berbagai daerah di tanah air. Namun, jika kita melihat naskah-naskah yang ditemukan di kelenteng Sam Po Kong mungkin dapat dipastikan bahwa komunitas Muslim yang ada saat itu adalah orang Tionghoa. Menurut cerita, banyak Muslim Tionghoa yang menjadi pengikut Laksamana Cheng Ho memutuskan untuk tinggal di Semarang.

Sedikit sejarah penyebaran agama Islam di Semarang membawa kita untuk memahami karakteristik masyarakat kota Semarang yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah kota itu sendiri. Seperti Liem, Amin Budiman menulis bahwa asal muasal kota Semarang adalah penamaan suatu daerah (kota, dusun, desa, sungai, gunung) berdasarkan ciri-ciri daerah, kondisi alam atau pemandangan alam yang mempesona di sekitarnya (Liem 1933:2: Budiman 1978:82). Menurut naskah Serat Kandaning Ringgit Purwa KBG NR.7, kelahiran Kota Semarang dimulai pada tahun 1938 Saka (1476 M) ketika duta besar Kerajaan Demak (Ki Pandan Arang) menjalankan tugas keislaman. Wilayah barat kerajaan Demak di semenanjung Pulau Tirang (sekarang Kecamatan Mugas dan Bergota, Semarang) (Liem 1993, Budiman 1978). Setibanya di daerah itu, ia mendirikan pesantren tempat para santri belajar ilmu-ilmu keislaman. Di daerah subur ini tumbuh pohon asam (Jawa: asam), yang masih jarang (jawa: arang). Dari waktu ke waktu, jumlah santri bertambah dan tempat itu  dikenal banyak orang: Kecamatan Asem-arang, Semarang.

Kedatangan pedagang asing timur di Semarang mewarnai ciri khas kota ini selain pribumi dan Eropa. Pada tahun 1920-1930, banyak orang Eropa yang mengunjungi kota Semarang. Diyakini bahwa mereka pergi ke Semarang dan kota-kota lain di Hindia Belanda untuk mencari pekerjaan (Liem 1933:20). Dengan demikian, Semarang memiliki berbagai suku bangsa seperti Jawa, Cina, Arab, Melayu, India, dan Eropa. Kota Semarang pada abad ke-18 dikenal sebagai lojning nagoro sumawis (tanah tempat segala sesuatu tersedia) dan memiliki luas 25 hektar. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda batas kota Semarang mengalami tiga kali perubahan (perluasan kota), yaitu tahun 1889 (Staatsblad van NederlandschIndie 1886 no. 160), 1894 (Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1894 no. 249) dan (Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1905 No. 211). Sejak abad ke-19, Semarang disebut sebagai kota kedua Batavia. Pertumbuhan wilayah lebih spesifik, diikuti oleh pengembangan wilayah di luar Semarang.

Kota Semarang masih menyisakan jejak-jejak ekspansi Islam dengan sisa-sisa kejayaan Islam pada masa itu dan bukti-bukti bangunan kuno berupa masjid-masjid. Di beberapa sudut kota Atlas ini, terdapat masjid-masjid kuno yang dibangun ratusan tahun lalu. Salah satunya adalah Masjid Menara yang terletak di Jalan Layur Kampung Melayu, Desa Dadapsari, Semarang Utara. Masjid ini bisa disebut masjid tertua. Prasasti yang ditemukan sebelumnya menyebutkan bahwa masjid ini dibangun pada tahun 1802 Masehi. Salah satu imam Masjid Menara Al Mahsun mengatakan bahwa masjid ini dibangun oleh beberapa pengusaha Yaman yang tinggal di ibukota Jawa Tengah. Para pedagang singgah di Semarang bersamaan dengan adanya perdagangan antar negara melintasi perairan. Dikatakannya, pada masa pemerintahan Hindia Belanda sekitar tahun 1743 M, daerah tersebut merupakan tempat tinggal penduduk etnis Melayu. Pedagang Melayu secara bertahap membentuk desa, sehingga mereka membutuhkan tempat ibadah. Perkembangan Islam di Semarang pada awalnya diwakili oleh simbol-simbol Islam, yaitu Made Pandan atau Maulana Abdussalam (nama lain pendiri kota Semarang, Ki Ageng Pandanaran) di pusat Demak XV Raden Patah. Menurut Amin Budiman, Ki Ageng Pandanaran mulai mengajarkan agama Islam di Pulau Tirang, pusat tempat tinggal umat Hindu.

Kawasan ini pada awalnya merupakan pusat perkembangan Islam di kota Semarang. Perkembangan ini menyebabkan berdirinya masjid dan pondok pesantren sebagai pusat pembelajaran Islam. Dibangun pada tahun 1666 pada masa pemerintah Bupati ke-14 di Semarang, Masjid Sekayu menjadi salah satu pusat pendidikan Islam awal di Semarang. Kemudian menuju kawasan Terboyo, Kaligawe.

Identitas dan karakteristik masyarakat urban Semarang merupakan salah satu ekspresi religius dari multikulturalisme Indonesia. Selain itu, Kota Semarang yang sebagian besar merupakan pengusaha juga secara geografis merupakan salah satu kota yang memiliki suasana kampung santri diantara banyak kota di Indonesia. Mengutip pencipta budaya Semarang yang terkenal, Djawahir Muhammad, sebagai kota yang disiapkan Belanda sebagai kota bisnis, Semarang selain kosmopolitan, juga memiliki jiwa bisnis pada penduduknya. Karena pedagang memiliki prinsip bahwa lebih baik menjadi kapten kecil daripada antek besar. Hal ini kemudian mempengaruhi model Islam. Dalam wawancara di kediamannya, Djawahir Muhammad berbicara tentang perkembangan pasca reformasi yang mengubah tradisi dan simbol Islam di kota Semarang cukup signifikan. Bahkan pada tataran nilai-nilai atau falsafah simbol-simbol Islam, kini mulai menghilang.

B.  Tokoh-Tokoh Penyebaran Agama Islam dan Saluran Penyebarannya

Seperti yang sudah diceritakan diatas, ada beberapa tokoh yang andil dalam menyebarkan agama islam di Kota Semarang dan saluran atau cara penyebarannya, yaitu :

1. Raden Made Pandan atau Ki Ageng Pandanaran atau Maulana Abdussalam melakukan                      penyebaran agama Islam dengan cara Pendidikan, seperti membangun pondok pesantren.

2. Raden Pandanarang, merupakan putra dari Ki Ageng Pandanaran. Ia menyebarkan agama                  Islam juga melalui saluran pendidikan.

3.  Laksamana Cheng Ho, saluran penyebarannya melalui perdagangan dengan pelayaran

 C. Bentuk atau Hasil Peradaban Islam di Kota Semarang

        1. Masjid Layur

        Berada di Kampung Melayu, Desa Dadapsari, Semarang Utara. Masjid ini bisa disebut masjid tertua. Dalam prasasti yang ditemukan di masa lalu, masjid ini dibangun pada tahun 1802 Masehi.Salah satu imam Masjid Menara Al Mahsun mengatakan bahwa masjid ini dibangun oleh beberapa pedagang Yaman yang tinggal di ibukota Jawa Tengah.


          2.  Masjid Kauman Semarang atau Masjid Agung Semarang

Masjid Agung Semarang, sebagai masjid tertua di kota Semarang-ibukota Jawa Tengah, memiliki sejarah yang panjang dan erat kaitannya dengan sejarah berdirinya kota Semarang.

Alkisah, seseorang dari kesultanan Demak yang bernama Made Pandan, ia seorang maulana dari Arab yang nama aslinya Maulana Ibnu Abdul Salam mendapat perintah dari Sunan Kalijaga untuk menggantikan kedudukan Syekh Siti Jenar yang ajarannya dianggap menyimpang. Bersama putranya, Made Pandan meninggalkan Demak menuju ke daerah barat di suatu tempat yang kemudian bernama Pulau Tirang dan membuka hutan dan menyiarkan agama Islam. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin subur dari sela-sela kesuburan itu munculah pohon asam yang arang (bahasa Jawa: Asem Arang), sehingga memberikan nama daerah itu menjadi Semarang. Made Pandan mula-mula mengawali tugasnya dengan membangun sebuah masjid yang sekaligus dijadikan sebagai padepokan untuk pusat kegiatan dalam mengajarkan agama Islam. Masjid inilah yang merupakan cikal-bakal Masjid Agung Semarang. Ketika pertama kali didirikan, masjid ini belum menempati tempatnya yang sekarang. Terletak di kawasan Mugas (sekarang termasuk wilayah kecamatan Semarang Selatan). Sebagai pendiri desa dan pemuka agama di daerah setempat, Made Pandan bergelar Ki Ageng Pandan Arang.

Lambat laun pengaruh Ki Ageng Pandan Arang semakin besar dan daerah tersebut juga semakin menunjukkan pertumbuhannya yang meningkat, sehingga menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari kesultanan Pajang. Karena persyaratan peningkatan daerah dapat terpenuhi, maka diputuskan untuk menjadikan Semarang setingkat dengan Kadipaten/Kabupaten. Akhirnya Pandan Arang oleh Sultan Pajang melalui konsultasi dengan Sunan Kalijaga, dinobatkan menjadi Bupati Semarang yang pertama. Peristiwa itu bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tanggal 12 Rabiul Awal tahun 954 H atau bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1547 M. Pada tanggal itu “secara adat dan politis berdirilah kota Semarang”.

 

3. Masjid Jami Pekojan

Lokasi Masjid Jami Pekojan terletak di Jalan Petolongan nomor satu, Kampung Pekojan, Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, lokasinya di sekitar kawasan Pecinan Semarang. Sekitar setengah jam dari Bandara Ahmad Yani atau 15 menit dari Stasiun Besar Tawang ke arah Jalan MT Haryono, yang terkenal dengan Jalan Mataram.

Di jalan tak terlalu besar dengan lebar tiga meter itu berdiri masjid sederhana yang menyimpan sejarah panjang. Tak kurang dari 150 tahun masjid ini telah kokoh berdiri. Di sekitarnya masih tampak masyarakat berparas Pakistan-India yang merupakan keturunan Gujarat dan Koja.

 

PENUTUP

Banyak cerita atau banyak versi tentang penyebaran islam di Kota Semarang. Salah satu ceritanya yaitu, berawal dari Ki Ageng Pandanaran bersama putranya yang menyiarkan agama Islam di Kota Semarang dan juga merekalah yang memberi sebutan atau nama Kota ini menjadi “Semarang”, yang diambil dari nama pohon asem yang tumbuhnya jarang (asem arang).

Kemudian beberapa hasil peninggalan penyebaran agama islam di Kota Semarang yaitu Masjid Layur, Masjid Besar (Agung) Kauman, dan Masjid Jami Pekojan.

 

            DAFTAR PUSTAKA

Akmal Bahtiar, Asal Usul Kota Semarang, https://titikdua.net/asal-usul-kota-semarang/2022

Djawahir Muhammad, Semarangan Lintas Sejarah dan Budaya (Semarang: Pustaka SEMAWIS, 2016)

Hasil penelitian Tim Peneliti Masjid Agung Jawa Tengah tentang “Sejarah Masjid Besar Kauman dan Masjid Agung Jawa Tengah” (Semarang: MAJT Press, 2008)

Sejarah Masjid, (Semarang: MAJT Press, 2008)

Komentar

Postingan Populer